Tidak seperti 2017, Kementerian Kelautan dan
Perikanan memberi target signifikan untuk sektor perikanan budidaya pada 2018.
Tak tanggung-tanggung, di tahun mendatang tersebut, produksi ditargetkan bisa
melambung ke angka 24,08 juta ton atau naik hampir 3 juta ton dari 2017 yang
ditarget mencapai 22,46 juta ton.
Bagi KKP, target tersebut sudah rasional dan
diperhitungkan dengan matang. Setidaknya, hal itu diungkapkan Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto di Jakarta, awal pekan ini. Menurut dia,
dengan target yang sudah ditetapkan, pihaknya akan bekerja keras melaksanakan
program kerja di seluruh Indonesia.
“Tentu saja, didukung oleh anggaran yang besar,”
ucap dia.
Anggaran besar yang dimaksud Slamet, adalah
anggaran yang dikucurkan dari Pemerintah untuk KKP sebesar Rp7,28 triliun dan
Rp944,8 miliar di antaranya dikucurkan untuk Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya (DJPB). Anggaran yang besarnya hampir Rp1 triliun itu, diakui dia
cukup untuk menggeber berbagai program dari Sabang hingga Merauke sepanjang
2018 mendatang.
Dari dana yang didapat tersebut, Slamet
menjelaskan, 68 persen di antaranya akan digunakan untuk program yang sifatnya
prioritas, 8 persen untuk program pendukung, dan 24 persen untuk program rutin.
Untuk progam prioritas yang akan digeber nanti, diantaranya adalah kegiatan
perbenihan, produksi dan usaha budidaya, pakan dan obat, serta operasional
perkantoran dan dukungan manajemen.
“Untuk target produksi, kita tetapkan 7,91 juta
ton ditargetkan berasal dari produksi budidaya perikanan dan 16,17 juta ton
dari rumput laut,” tutur dia.
Di antara program yang akan dilaksanakan
tersebut, Slamet menyebut, pihaknya akan membangun pabrik pakan ikan dan embung
di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Pembangunan tersebut, akan menelan
anggaran masing-masing sebesar Rp14,8 miliar dan Rp14,16 miliar.
Pemilihan Pangandaran yang merupakan tempat asal
Susi Pudjiastuti itu sebagai salah satu lokasi program prioritas, menurut Slamet,
adalah karena daerah tersebut dinilai punya potensi ganda yang sama baiknya,
yakni potensi untuk air payau dan sekaligus air tawar. Dengan potensi tersebut,
maka sangat dimungkinkan untuk menjalankan program perikanan budidaya dan
tangkap sekaligus.
“Dari sisi lautnya, itu sangat dimungkinkan
untuk KJA (keramba jaring apung) lepas pantai. Kemudian, di sana juga dekat
dengan daerah pertanian,” jelas dia.
Gandeng Norwegia
Salah satu upaya untuk menggenjot produksi, KKP
menggandeng Norwegia untuk melaksanakan program KJA lepas pantai di tiga
lokasi, yakni Sabang (Aceh), Karimun Jawa (Jawa Tengah), dan Pangandaran (Jawa
Barat). Negara tersebut dipilih, karena sebelumnya memiliki jejak rekam yang
bagus dalam pengembangan KJA lepas pantai.
“Norwegia merupakan negara maju dengan
mengandalkan akuakultur sebagai prime mover dalam mendongkrak
perekonomian negaranya. Bayangkan, sekitar 80 persen Produk Domestik Bruto
(PDB) Norwegia disumbang dari industri akuakultur. Kita dengan potensi
sumberdaya perikanan melimpah tentunya harus optimis mampu meniru langkah
Norwegia,” ungkap dia.
Slamet menambahkan, Norwegia merupakan contoh
tepat sebagai negara yang mampu memanfaatkan potensi budidaya laut dengan
inovasi teknologi modern, utamanya pengembangan budidaya laut lepas pantai (offshore).
Oleh karenanya, saat ini KKP menginisiasi penerapan teknologi tersebut dengan
mengadopsi keseluruhan teknologi dari Norwegia.
Menurut Slamet, tiga KJA yang sedang dibangun
itu, diharapkan sudah mulai ditebar benih pada Desember 2017 ini. Ketiganya
menggunakan teknologi yang ada di Norwegia dan itu akan menjadi proyek
percontohan untuk industri marinkultur yang dikelola secara berkelanjutan.
“Bedanya, kalau di Norwegia itu produksinya
adalah salmon. Kalau di Indonesia, produksinya itu untuk komoditas kakap putih.
Kami akan membudidayakan komoditas tersebut dengan KJA offshore,”
ujar dia.
Menurut Slamet, pemilihan kakap putih juga
dilakukan karena komoditas tersebut menjadi andalan dan merupakan jenis ikan
laut yang tidak harus dijual dalam kondisi hidup. Dengan kata lain, kata dia,
kakap putih bisa dijual dalam bentuk olahan seperti fillet segar.
“Kita budidayakan kakap putih di offshore,
juga karena pada pertimbangan bahwa komoditas tersebut bernilai tinggi dengan
pasar jelas seperti Tiongkok dan Hong Kong. Kemudian, pasar kakap putih juga
bisa dipasarkan hingga ke Eropa, Timur Tengah, dan juga Australia,” jelas dia.
Selain pasar luar negeri, Slamet menyebut,
komoditas kakap putih juga diminati oleh pasar dalam negeri. Saat ini, pasar dalam
negeri masih didominasi oleh Sumatera Utara, Kepulauau Riau, Lombok (Nusa
Tenggara Barat), Bali, dan Jakarta.
“Di dalam satu unit KJA offshore yang
mengapung di lepas pantai, dia menjelaskan, terdapat enam lubang dengan
diameter 50 sentimeter,” tutur dia.
Dengan jumlah lubang tersebut, Slamet
mengatakan, produksi kakap putih bisa didorong dengan hasil panen 568 ton per
siklus. Untuk setiap panen, rerata kakap putih ukurannya mencapai 600 gram.
“Program KJA offshore tersebut
berpotensi menghasilkan nilai Rp39,7 miliar untuk sekali panen,” jelas dia.
Pekerja
sedang memanen ikan nila dari budidaya keramba jaring apung di Danau Toba,
Sumut. Tingkat produksi ikan nila dipengaruhi salah satunya oleh pakan ikan
yang baik. Foto : Ariefsyah Nasution/WWF Indonesia/Mongabay Indonesia
Untuk bisa menggenjot produksi di lepas pantai,
Slamet menuturkan, pihaknya sudah menyusun rencana bisnis untuk memetakan mata
rantai bisnis yang akan dibangun nantinya. Dengan adanya rencana bisnis,
kehadiran KJA lepas pantai diharapkan bisa memberikan manfaat banyak, khususnya
bagi pemberdayaan masyarakat.
“Pembangunan KJA offshore ditargetkan
selesai pada bulan November nanti dan awal Desember sudah dapat dilakukan tebar
benih ikan perdana,” tegas dia.
Untuk memenuhi kebutuhan benih pada KJA lepas
pantai yang diperkirakan bisa mencapai 3,6 juta ekor benih atau sebanyak 1,2
juta ekor benih per unit, KKP mendorong produksi benih yang dilakukan unit
pelaksana teknis (UPT) di bawah Ditjen Perikanan Budidaya bisa lebih optimal lagi.
Selain itu, kebutuhan benih juga akan dipasok dari swasta melalui kerja sama
khusus.
Di luar itu, Slamet mengungkapkan, masyarakat
akan dilibatkan pada segmen penggelondongan benih, dimana rencananya akan mampu
memberdayakan sebanyak ± 1.450 orang. Program ini akan secara langsung
memberikan dampak positif bagi masyarakat, dengan tetap mengedepankan
pengembangan yang family based-aquaculture.
Rumput Laut Andalan
Bersama dengan produk perikanan, rumput laut
menjadi komoditas unggulan yang ditargetkan bisa ikut menyumbang produksi
perikanan budidaya pada 2018. Dibandingkan 2017, target produksi rumput laut
naik menjadi 16,17 juta ton atau meningkat 2,77 juta ton dibandingkan target
tahun lalu.
Bagi Slamet, target yang dibebankan itu optimis
bisa tercapai pada 2018, meski diyakini akan ada rintangan yang banyak. Di
antara rintangan itu, adalah persaingan rumput laut di tingkat dunia yang
semakin ketat dan mulai banyak pesaing dari negara lain dan baru.
Para
perempuan yang tergabung dalam Womangrove, Mappakasunggu, Takalar, Sulawesi
Selatan ini adalah kesehariannya bekerja membantu suami budidaya rumput laut.
Ada juga jenis usaha lain, seperti pembuatan beragam produk makanan dari hasil
laut. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI)
Safari Azis mengatakan Indonesia adalah produsen rumput laut besar di dunia.
Dengan segala potensi tersebut, Indonesia harus terus maju walaupun rintangan
nanti akan datang silih berganti.
Safari menuturkan dari data yang ada, dari 100
persen kebutuhan rumput laut kering dunia, 50 persen di antaranya berasal dari
ekspor Indonesia. Dan, dari 50 persen tersebut, 80 persen di antaranya dikirim
ke Tiongkok dan kemudian diekspor ke negara seperti Amerika Serikat dan
kelompok Uni Eropa.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar